PERDALIN KOTAPRAJA

Pencegahan MRSA Tingkat Dua

Pencegahan MRSA Tingkat Dua

Pencegahan Methylcillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Tingkat Dua

Terjemahan dari: Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Prevention Tier 2 Interventions oleh Kyle Popovich, MD (Associate Professor Rush University Medical Center)

Diterjemahkan oleh: Krisna Adhi, dr, Sp. A dan Isnanto Hendra Purnama, AMK (Bagian Litbang & IT Perdalin Kotapraja) 


Tindakan pencegahan MRSA Tingkat 2 ini bisa dipertimbangkan untuk diterapkan, bila tindakan pencegahan Tingkat 1 gagal untuk mengendalikan infeksi MRSA atau transmisinya di fasilitas kesehatan.

Tujuan Pembelajaran:

  1. Memahami perbedaan dari strategi pencegahan infeksi horizontal dan vertikal,
  2. Mengidentifikasi strategi tingkat 2 yang bisa digunakan untuk mencegah transmisi dan infeksi MRSA, serta
  3. Mengenali pentingnya kepatuhan terhadap tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang direkomendasikan.

Strategi-strategi Pencegahan Infeksi Horizontal

Pencegahan infeksi horizontal merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan guna mencegah transmisi patogen kepada pasien lain, namun tidak spesifik terhadap patogen tertentu.

Tindakan-tindakan pencegahan infeksi horizontal tidak hanya mencegah transmisi MRSA, namun juga dari organisme resisten obat-obatan lainnya (Multidrug Resistant Organism/MRO) selain MRSA.

Strategi-strategi Pencegahan Infeksi Vertikal

Di sisi lain, strategi pencegahan vertikal mencakup tindakan-tindakan yang menyasar patogen secara spesifik, misalnya MRSA. 

Yang termasuk ke dalam strategi vertikal adalah:

  • Pemeriksaan Surveilans Aktif (Active Surveillance Testing) untuk populasi yang berisiko tinggi, dan
  • Dekolonisasi pada pasien yang terkolonisasi dengan MRSA atau berisiko tinggi terinfeksi MRSA.

Dalam praktiknya, strategi pencegahan infeksi horizontal dan vertikal yang dikombinasikan akan memberikan manfaat maksimal.

Strategi-strategi Pencegahan MRSA Tingkat Dua

Ada beberapa langkah yang dilakukan pada strategi pencegahan Tingkat Dua, yakni:

  1. Memandikan orang-orang yang berisiko terkena bakteremia oleh karena MRSA dengan Klorheksidin Glukonat (Chlorhexidine Gluconate/CHG) setiap hari,
  2. Pertimbangkan de-kolonisasi pada pasien yang terkolonisasi dengan MRSA dan berisiko tinggi terinfeksi,
  3. Melakukan Pemeriksaan Surveilans Aktif pada pasien berisiko tinggi, serta
  4. Pertimbangkan penggunaan gaun dan sarung tangan saat merawat semua pasien yang berada di ICU.

Mandi dengan Klorheksidin Glukonat (Chlorhexidine Gluconate/CHG)

Memandikan pasien ICU dengan CHG dapat menurunkan jumlah organisme patogen potensial di kulit pasien. Dengan demikian, memandikan rutin pasien dengan CHG dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi dari Multidrug Resistant Organism (MRO) dan Healthcare acquired Infection (HAI) secara bermakna.

Mengapa Kontrol Sumber Infeksi Diperlukan?

Memandikan pasien ICU dengan CHG akan mengurangi kontaminasi kulit pada pasien, dengan demikian ia mencegah infeksi oleh patogen yang berada di kulit pasien. Sebagai efek tambahan, tindakan memandikan ini juga akan menurunkan kontaminasi dari tangan petugas maupun lingkungan, dan pada akhirnya akan berperan juga dalam menurunkan penyebaran patogen potensial kepada pasien lainnya.

Bagaimana cara menerapkan kontrol infeksi dengan CHG?

  1. Mengembangkan tatacara yang terstandar/protokol untuk memastikan kepatuhan prosedur,
  2. Memastikan ketersediaan CHG,
  3. Memastikan produk-produk yang digunakan dalam perawatan kulit pasien kompatibel dengan CHG,
  4. Melakukan pelatihan teknik memandikan CHG kepada tenaga kesehatan yang terlibat,
  5. Menyelenggarakan audit rutin terhadap kepatuhan prosedur mandi CHG dan pemberian umpan balik kepada tenakes pelaksana.

Terapi De-kolonisasi MRSA

Langkah lainnya yang dilakukan di pencegahan Tingkat 2 adalah terapi de-kolonisasi. De-kolonisasi di sini adalah tindakan pemberian antimikroba atau agen antiseptik untuk mengeradikasi atau mengurangi karier MRSA. 

Karena karier MRSA biasanya berada pada hidung dan kulit (terutama ketiak dan selangkangan), maka terapi dekolonisasi biasanya dilakukan dengan cara:

  • Antibiotik atau antiseptik intranasal (misal mupirocin, povidon iodin),
  • Antiseptik topikal (misal CHG), serta
  • Dalam beberapa kasus dengan penambahan antibiotik sistemik.

Terapi de-kolonisasi dapat dilakukan melalui dua cara:

  1. Pemberian terapi de-kolonisasi MRSA hanya kepada pasien yang diketahui mengalami kolonisasi oleh MRSA berdasarkan hasil kultur atau pemeriksaan surveilans aktif (Active Surveillance Testing/AST), atau 
  2. De-kolonisasi universal, yaitu pemberian terapi dekolonisasi MRSA kepada semua orang berisiko tinggi (misalkan semua pasien ICU) Tanpa memandang status karier MRSA. Metode kedua ini memiliki keuntungan dari tidak perlunya untuk melakukan AST dan jelas tidak akan dipengaruhi oleh hasil negatif palsu dari surveilans MRSA. Tapi di sisi lain, pasien yang tidak mengalami kolonisasi MRSA juga ikut mendapatkan perlakuan yang serupa.

Untuk memilih cara mana yang akan diambil, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu: 

  1. Menentukan pasien mana saja yang akan mendapatkan terapi de-kolonisasi, karena akan sangat berhubungan dengan masalah logistik (ketersediaan antiseptik dan antimikroba yang digunakan), dan bilamana terapi de-kolonisasi tadi akan diinisiasi (oleh siapa, kapan, dan bagaimana)? Serta
  2. Potensi terjadinya resistensi terhadap agen yang digunakan (misal mupirocin) harus juga dipertimbangkan untung ruginya.

Pemeriksaan Surveilans Aktif (Active Surveillance Testing/AST)

Pemeriksaan Surveilans Aktif adalah pengumpulan sampel dari pasien dengan tujuan untuk mendeteksi karier MRSA. Sampel biasanya diambil dari hidung bagian depan (nares anterior), kulit, dan mukosa (misal ketiak, selangkangan, orofaring, dan area luka). 

Deteksi MRSA sendiri bisa dilakukan melalui pemeriksaan kultur atau PCR.

Tatacara seperti ini dilakukan karena:

  • Pemeriksaan kultur hanya mengidentifikasi sebagian kecil pasien yang mengalami kolonisasi MRSA, dan
  • Karier MRSA yang asimtomatik dapat berperan dalam penyebaran MRSA dari pasien ke pasien.

Dengan demikian, AST termasuk ke dalam strategi pencegahan infeksi vertikal (spesifik terhadap MRSA).

Tindakan AST untuk mendeteksi MRSA seharusnya dijadikan bagian dari program pencegahan MRSA lainnya, karena AST saja tidak akan mengurangi transmisi atau infeksi MRSA, untuk itu:

  • Strategi-strategi dasar pencegahan MRSA harus dioptimalkan, dan
  • Hasil dari AST harus digunakan sebagai dasar intervensi (misal isolasi atau terapi dekolonisasi).

Harus dicatat bahwa peranan AST dalam pencegahan MRSA sampai saat ini masih kontroversial, karena itu apabila dipertimbangkan akan melakukan AST, maka untung serta ruginya harus dibandingkan dengan intervensi-intervensi Tingkat 2 lainnya.

Masalah-masalah yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan AST:

  • Menentukan siapa saja pasien yang akan dilakukan AST (misalnya pasien yang dimasukkan ke dalam ruangan tertentu atau pasien dengan faktor risiko karier MRSA)
  • Kapan AST akan mulai dilakukan? Apakah pada saat pasien masuk ke rumah sakit ataukah apabila ditemukan pasien yang terkena MRSA setelah perawatan di RS?
  • Pemeriksaan yang dilakukan apakah menggunakan metoda kultur atau PCR, siapa yang akan mengambil spesimen, dan
  • Bagaimana hasil AST nanti akan dikomunikasikan kepada tenaga medis dan tenakes mapun kepada pasiennya?
  • Apa intervensi yang akan diterapkan kepada pasien yang diketahui positif MRSA?
  • Rencana penilaian terhadap kepatuhan program AST perlu disusun, serta
  • Tindakan pencegahan terkait potensi masalah yang terjadi akibat AST.

Strategi Mana yang Dipilih?

Dalam sebuah penelitian cluster-randomized multisenter oleh Susan S Huang, disebutkan bahwa, de-kolonisasi universal dengan mupirosin intranasal dan memandikan pasien dengan CHG merupakan cara paling efektif dalam menurunkan angka isolat MRSA. 

De-kolonisasi Universal atau De-kolonisasi Selektif?

Hasil Keluaran AST dan isolasi AST dan De-kolonisasi Selektif De-kolonisasi Universal p-value
Isolat MRSA 0,92 0,75 0,63 0,01
Infeksi Aliran Darah (semua patogen) 0,99 0,78 0,56 <0,001
Infeksi Aliran Darah (MRSA) 1,23 1,23 0,72 0,11

Pada hasil keluaran primer (didapatkan MRSA dalam hasil kultur), hazard ratio berbeda secara signifikan antara semua kelompok perlakuan, dengan rasio terendah (penurunan terbesar) ada pada kelompok yang dilakukan de-kolonisasi universal.

Hasil yang serupa juga didapatkan pada hasil kultur positif oleh patogen lainnya. Meskipun untuk infeksi aliran darah oleh MRSA, tidak ada perbedaan signifikan di antara ketiga kelompok.

Meski begitu, pada penelitian ini tidak disertakan kelompok yang hanya dimandikan dengan klorheksidin saja, sehingga kita tidak mengetahui seperti apa hasil luarannya Jika dibandingkan dengan tida kelompok yang ada.

Penggunaan Sarung Tangan dan Gaun

Strategi lainnya adalah penggunaan sarung tangan dan gaun secara universal.

Dalam sebuah penelitian oleh Anthony D. Harris Dkk disebutkan bahwa, penggunaan sarung tangan dan gaun secara universal tidak menurunkan kejadian MRSA atau VRE.

Meski demikian, penggunaan sarung tangan dan gaun secara universal ini rupanya menyebabkan tenakes  jadi lebih jarang keluar masuk ruangan, meningkatkan kepatuhan hand hygene setelah keluar ruangan, dan tidak ada perbedaan dalam kejadian yang tidak diharapkan.

Apabila infeksi MRSA terjadi secara terus menerus, meski langkah-langkah dalam pencegahan Tingkat 1 sudah dikerjakan, pertimbangkan untuk menerapkan penggunaan gaun dan sarung tangan kepada seluruh tenakes maupun tenaga medis saat merawat pasien ICU, alih-alih hanya mengenakan gaun dan sarung tangan saat menangani pasien yang terkolonisasi atau terinfeksi MRSA saja.

Dan yang harus juga dipertimbangkan, apakah merawat pasien dalam ruangan isolasi kontak akan menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan?

Sehingga, apabila strategi penggunaan sarung tangan dan gaun ini akan diterapkan, kepatuhan terhadap intervensi sangat penting untuk diperhatikan, begitu juga kepatuhan menjaga hand hygene.

Poin-poin Penting:

  1. Kepatuhan terhadap langkah-langkah pengendalian infeksi sangatlah penting guna memperoleh manfaat,
  2. Langkah pengendalian infeksi horizontal dapat berdampak positif untuk MRSA begitupun MRO lainnya,
  3. Pertimbangkan faktor-faktor lokal yang berpengaruh, epidemiologi, termasuk masalah logistik, saat memilih langkah-langkah pencegahan MRSA Tingkat 2.

Tinggalkan Balasan

You cannot copy content of this page